KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
wr.wb
Segala puji bagi Allah yang masih memberikan kesehatan dan
kesempatan kepada kita semua terutama kepada Penulis, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini Penulis mempersembahkan sebuah karya tulis(makalah)yang
berjudul “Perjuangan Pong Tiku Melawan VOC”. Penulis berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kepada Pembaca yang budiman,jika terdapat
kekurangan atau kekeliruan dalam penulisan makalah ini, Penulis mohon maaf
karena Penulis sendiri masih dalam tahap belajar.
Dengan demikian, tak lupa Penulis ucapkan terima kasih
kapada para Pembaca. Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga bermanfaat
bagi kita semua.
Wassalamualaikum
wr.wb
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ....................................................................................................................1
DAFTAR
ISI
...................................................................................................................................2
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
..........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah
....................................................................................................................4
C.
Tujuan..........................................................................................................................................4
BAB
II PEMBAHASAN
A. Kehidupan Awal.............................................................................................................5
B. Kopi dan Perang Saudara………………………………..…….................................................5
C. Serbuan
Belanda..............................................................................................................6
D. Perlawanan
Pertama........................................................................................................8
E. Perlawanan Kedua dan
Kematian.........................................................................................9
F. Warisan..........................................................................................................................10
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................................................11
B.
Saran …...….………………………………………………………………………………….11
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kedudukan Belanda di Nusantara berlangsung pada tahun
1596-1942 diawali dengan kedatangan armada dagang Belanda di bawah pimpinan
Cornelis de Houtman pada tahun 1596 yang berlabuh di Banten. Mulanya mencari
barang dagangan atau rempah rempah akan tetapi kemudian Belanda bukan sekedar
ingin berdagang biasa, melainkan ingin menguasai dan menjajah Nusantara. Pada
tahun 1596 awal penjajahan Belanda di Nusantara dengan mendirikan persekutuan
dagang yang bernama VOC (Vereeningde Oost-indische Compagnie) atau persekutuaan
dagang India timur yang dibantu oleh pemerintahan Belanda. VOC menguasai
dan mengekploitasi ekonomi di Indonesia dari tahun 1602 – 1799.
Proses hubungan antara kekuasaan negara dan kekuasaan
Belanda pada abad ke-19 menunjukkan dua gejala yang bertolak belakang,di satu
pihak tampak makin meluasnya kekuasaan Belanda,sedangkan di lain pihak terlihat
makin merosotnya kekuasaan negara-negara tradisional.Pengaruh hubungan dengan
kekuasaan barat tersebut menyangkut berbagai segi kehidupan,seperti
politik,sosial,ekonomi,dan budaya.
Selama situasi kritis di daerah kerajaan,ajakan perlawanan
dari para bangsawan ataupun ulama yang berpengaruh untuk melawan kekuasaan
asing dengan cepat mendapat sambutan baik dari kelompok rakyat karena
tekanan-tekanan hidup yang mereka alami dan sikap antipati mereka terhadap
kekuasaan asing.Selain itu pengalaman pahit yang pernah dirasakan oleh rakyat
di daerah-daerah selama kontak dengan kekuasaan asing dapat memperkuat
keinginan untuk berjuang melawan kekuasaan asing.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi di daerah-daerah
selama kontak dengan kekuasaan barat cukup subur untuk timbulnya perjuangan
tersebut. Dalam tiap-tiap daerah,intensitas kontak dari kekuasaan Belanda tidak
bersamaan waktu terjadinya,sehingga timbulnya perjuangan terhadap kekuasaan
asing pun tidak sama waktunya.Perjuangan-perjuangan itu dapat berupa perlawanan
besar atau pemberontakan,ataupun hanya berupa kericuhan.
B.
Rumusan Masalah
Masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu perjuangan Pong Tiku melawan VOC.
C.
Tujuan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui
perjuangan Pong Tiku melawan VOC dan untuk menyelesaikan tugas sejarah
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kehidupan Awal
Tiku
lahir di dekat Rantepao di dataran tinggi Sulawesi (sekarang Kabupaten Toraja
Utara, Sulawesi Selatan) pada tahun 1846. Waktu itu, Sulawesi selatan merupakan
pusat perdagangan kopi dan dikuasai oleh beberapa panglima perang. Tiku adalah
anak terakhir dari enam bersaudara yang lahir dari salah satu keluarga panglima
perang tersebut; ia merupakan putra dari Siambo' Karaeng, penguasa Pangala',
dan istrinya, Leb'ok. Sebagai pemuda yang atletis, Tiku sangat ramah terhadap
pedagang kopi yang mengunjungi desanya.
Pada
tahun 1880, pecah perang antara Pangala' dan Baruppu', negara tetangga yang
dikuasai Pasusu. Tiku pun memimpin serangan ke negara tetangganya. Setelah
Pasusu dikalahkan, Tiku menggantikannya sebagai penguasa Baruppu'. Kerajaan
yang baru dicaplok ini memiliki sawah yang luas dan aman sehingga Tiku memiliki
kekuasaan yang besar. Meski suku Toraja umumnya lebih menghargai tenaga manusia
dan membunuh orang secukupnya saja, sejarah lisan Baruppu' mendeskripsikan Tiku
sebagai sosok pembunuh yang tidak memandang pria, wanita, atau anak-anak.
Tak
lama kemudian, ayah Tiku meninggal dunia. Tiku naik sebagai penguasa Pangala'.
Sebagai pemimpin, Tiku berusaha memperkuat ekonomi setempat dengan meningkatkan
perdagangan kopi dan persekutuan strategis dengan suku-suku Bugis di dataran
rendah. Kesuksesan ekonomi ini membuat para penguasa di sekitarnya menghormati
dan mengagumi Tiku.
B. Kopi dan Perang Saudara
Khawatir
akan persaingan dari kerajaan Luwu dan Bone di utara dan Sidareng dan Sawitto
di selatan, Tiku berupaya memperkuat pertahanan negaranya. Kerajaan yang
dipimpinnya menyepakati beberapa perjanjian dagang. Akan tetapi, masuknya suku
Bugis memicu ketegangan antarnegara yang memuncak pada Perang Kopi tahun 1889.
Tiku berpihak pada kerajaan-kerajaan selatan yang dipengaruhi Bugis.
Pemimpin
militer Bone, Petta Panggawae, dan pasukan Songko' Borrong pimpinannya menyerbu
Pangala' dan bersekutu dengan Pong Maramba', seorang penguasa kecil. Panggawae
menduduki ibu kota Tondon dan menjarahnya. Tiku dan warga sipil terpaksa
meninggalkan wilayah tersebut. Tiku, dibantu pemimpin Sidenreng, Andi Guru,
merebut kembali sisa-sisa Tondon malam itu juga. Perang berakhir tahun 1890
setelah utusan Belanda – mwakili pemerintah kolonial di Jawa – tiba
di Bone. Namun demikian, negara-negara yang masih berdiri saat itu mulai
berebut kekuasaan atas perdagangan senjata dan budak; setiap negara saling
menukarkan senjata dengan budak. Tiku juga terlibat dalam perdagangan ini.
Tiku
akhirnya bersekutu dengan pemimpin Bugis di sekitarnya agar mengurangi
ketegangan dan meningkatkan perdagangan. Ia juga mempelajari sistem penulisan
dan bahasa mereka sehingga Tiku dapat berkomunikasi dengan para pemimpin Bugis.
Pada waktu itu, Tiku sudah menguasai sejumlah wilayah. Untuk menghindari
terulangnya penyerbuan Tondon, Tiku mulai membangun tujuh benteng serta
beberapa pos pemantau dan gudang di wilayahnya. Benteng-benteng Toraja ini
dirancang untuk mencegah serbuan ke lembah yang mengarah ke pusat penduduk.
Benteng milik Tiku tersebar antara wilayah timur dan barat kerajaannya. Ia
menerapkan sistem pajak untuk mendanai pertahanan kerajaan. Pemilik sawah wajib
menyerahkan dua per tiga hasil buminya, sedangkan petani lainnya menyerahkan
sepuluh persennya saja.
C.
Serbuan Belanda
Pada
1905, tanah-tanah Bugis dan Toraja sebelumnya telah disatukan dalam empat
wilayah utama, yang salah satunya dibawah kepemimpinan Tiku. Pada buan Juli
tahun tersebut, raja Gowa, sebuah negara tetangga, mulai mengumpulkan prajurit
untuk bertarung melawan para tukang invasi dan mempertahankan sisa-sisa tanah
Toraja dari penaklukan. Ma'dika Bombing, seorang pemimpin dari negara selatan,
menunjuk Tiku sebagai asistennya. Sebulan setelah para pengirim kabar disebar,
para pemimpin berkumpul di Gowa untuk membuka rencana aksi. Hasilnya, para
penguasa lokal berhenti berperang satu sama lain dan berfokus pada Belanda, yang
memiliki kekuatan unggul; these namun, konflik-konflik internal tak secara
keseluruhan mereda. Pada saat sebuah pertemuan dilangsungkan, Belanda mulai
membuat penyerduan ke Luwu. Tiku, memerintahkan pengusiran Belanda dari kota
pertahanan Rantepo dengan mulai menghimpun pasukannya dan menempatkan pada pertahanan-pertahanannya.
Pada
Januari 1906, Tiku mengirim para pengintai ke Sidareng dan Sawitto, sementara
Belanda yang melakukan invasi, menyelidiki cara bertempur mereka. Ketika para
pengintai melaporkan bahwa pasukan Belanda memiliki kekuatan yang besar dan
nampaknya menggunakan kekuatan sihir saat melawan pasukan Bugis, ia
memerintahkan para pasukan di benteng-bentengnya untuk bersiap dan mulai
mengumpulkan cadangan makanan berupa beras; sebulan kemudian, Luwu jatuh ke
tangan pasukan Belanda, yang membuat pasukan Tiku berpindah ke tempat yang
lebih pelosok. Pada bulan Februari, para pasukan Tiku, yang dikirim ke
kerajaan-kerajaan selatan, mengabarkan bahwa tak lama lagi kepemimpinan koheren
dan dua kerajaan kalah melawan bangsa Eropa. Kabar tersebut membuat Tiku
menghimpun pasukan yang lebih banyak lagi dan membentuk dewan militer yang
beranggotakan sembilan orang, dengan dirinya sendiri sebagai pemimpinnya.
Pada
Maret 1906, kerajaan-kerajaan lainnya semuanya runtuh, meninggalkan Tiku sebagai
penguasa Toraja terakhir. Belanda mengambil alih Rantepao tanpa perlawanan,
tanpa menyadari bahwa penyerahan kota tersebut diatur oleh Tiku. Melalui sebuah
surat, Kapten komandan Belanda Kilian meminta Tiku untuk menyerah, sebuah
permintaaan yang enggan ditepati Tiku. Menyadari bahwa Tiku memiliki pasukan
dan sejumlah benteng, Kilian tidak berniat untuk melakukan serangan secara
langsung. Sehingga, pada April 1906, ia mengirim sebuah kelompok ekspedisioner
ke Tondon. Namun pendekatan kelompok tersebut ditolak, setelah pada tengah
malam pasukan Tiku menyerang kamp Belanda di Tondon; peristiwa tersebut memaksa
pasukan Belanda untuk mundur ke Rantepaosementara pasukan Tiku mengejar serta
membuat banyak korban menderita di sepanjang jalan.
Aksi
militer Tiku berdasarkan pada pengalamannya bertarung dengan penguasa lain.
Sementara iotu, belanda dan pasukan pribumi campuran mereka, tak berhasil
mengalahkan pasukan Tiku dan tak tahan dengan cuaca dingin yang terbilang
tinggi.
D. Perlawanan Pertama
Pasukan
ekspedisioner gagal melakukan kesepakatan terbuka antara Tiku, yang bersembunyi
di bentengnya di Buntu Batu, dan pasukan Belanda. Tiku mengirim mata-mata
kepada pasukan Belanda di Rantepao. Pada 22 Juni, mata-mata melaporkan bahwa
pada malam sebelumnya sebuah batalion Belanda yang terdiri dari sekitar 250
pria dan 500 pengangkut berangkat ke desa tersebut, berjalan ke atas selatan
menuju benteng Tiku di Lali' Londong. Tiku memerintahkan agar jalanan
disabotase, dimana perjalanan pada saat itu membutuhkan waktu dari satu sampai
lima hari. Pada malam 26 Juni, pasukan Tiku menyerang pasukan Belanda di luar
Lali' Londong, sebuah serangan dimana Belanda belum mempersiapkan apapun; tidak
ada yang dibunuh pada serangan tersebut. Pagi berikutnya, Beanda mempersiapkan
sebuah pengepungan di Lali' Londong, menggunakan granat tangan dan tangga. Meskipun
tidak biasanya pasukan Belanda tidak menggunakan granat terhadap pemimpin
wilayah lainnya, pada siang harinya, benteng tersebut ditaklukan.
Gubernur-Jenderal
J. B. van Heutsz memerintahkan Gubernur Sulawesi untuk menangkap Tiku karena
gerilyawan tersebut menyebabkan wajahnya tercoreng.
Kekalahan
tersebut mendorong Tiku memperkuat pasukannya. Para pasukan Toraja
dipersenjatai dengan senapan, tombak, pedang, dan ekstrak lada cabai, yang
disemprotkan ke mata lawan dengan menggunakan sebuah pipa yang disebut tirik
lada, atau sumpit, untuk membutakan mereka. Tiku sendiri dipersenjatai dengan
sebuah senapan Portugis, tombak, dan labo. Dia mengenakan baju besi pelindung,
sebuah sepu (penjaga selangkangan), dan songkok dengan tonjolan yang berbentuk
tanduk kerbau, dan membawa perisai yang dihiasi. Bersama dengan tentaranya,
Tiku menggali lubang yang diisi dengan bambu yang dibuat di sepanjang rute
pasokan Belanda; sehingga orang-orang yang berjalan di atas lubang akan jatuh
dan tertusuk. Namun, hal tersebut tidak menghentikan penyerbuan Belanda. Pada
17 Oktober 1906, dua benteng lainnya, Bamba Puang dan Kotu, runtuh, setelah
beberapa serangan gagal Belanda sejak bulan Juni. Sebagai kampanye melawan
Tiku, yang menjadi kampanye yang sangat panjang ketimbang kebanyakan kampanye
lainnya pada masa penjajahan, yang menggerogoti otoritas Belanda di Sulawesi,
Gubernur-Jenderal J. B. van Heutsz memerintahkan Gubernur Sulawesi Swart untuk
memimpin serangan secara pribadi.
Setelah
pengepungan yang lama, Andi Guru dan mantan letnan Tiku, Tandi Bunna' –
keduanya bekerja untuk Belanda – menghadap Tiku pada 26 Oktober dan
menawarkan gencatan senjata. Meskipun awalnya enggan, Tiku dikabarkan memenuhi
permintaan masyarakat yang mengingatkannya bahwa ibunya – yang tewas dalam
pengepungan tersebut – butuh dikuburkan. Setelah tiga hari masa damai,
pada malam 30 Oktober, pasukan Belanda mengambil alih benteng tersebut,
mencegat seluruh senjata, dan menangkap Tiku. Ia dan para prajuritnya dipaksa
pergi ke Tondon.
E. Perlawanan Kedua dan Kematian
Di
Tondon, Tiku memulai persiapan pemakaman ibunya dengan menggunakan adat Toraja
selama beberapa bulan. Sesambil mengadakan persiapan tersebut, ia mendapatkan
seorang penasehat yang mengumpulkan senjata secara rahasia sementara yang lainnya
menginginkan benteng-bentengnya di Alla' dan Ambeso. Tiku kemudian membuat
persiapan untuk melarikan diri dari penangkapan Belanda; ia juga mengembalikan
seluruh harta benda yang ia ambil ketika ia menjadi penguasa, karena ia tahu
bahwa tidak akan lama menggunakannya. Ketika berada di Tondon, pasukan Belanda
memperdaya seorang pemimpin Toraja. Malam sebelum pemakaman ibunya, pada
Januari 1907, Tiku dan 300 pengikutnya melarikan diri dari Tondon untuk menuju
ke arah selatan.
Setelah
ia dikabari bahwa Belanda mengikutinya, Tiku memerintahkan sebagian besar
pengikutnya untuk kembali ke Tondon sementara ia dan lima belas orang lainnya,
termasuk dua istrinya, melanjutkan perjalanan ke selatan. mereka awalnya
singgah di Ambeso, namun bentengnya runtuh beberapa hari kemudian, sehingga
kemudian mereka melarikan diri ke Alla'. Benteng tersebut runtuh pada akhir
Maret 1907 dan Tiku mulai berjalan kembali ke Tondon melalui hutan. Ia dan para
pemimpin lainnya, yang beretnis Bugis dan Toraja, mulai terlacak oleh pasukan
Belanda. Pemimpin lainnya ditangkap oleh Belanda dan dijatuhi hukuman tiga
tahun penjara di Makassar atau diasingkan ke Buton. Sementara itu, Tiku, tetap
bersembunyi di hutan.
Pada
30 Juni 1907, Tiku dan dua pasukannya ditangkap oleh pasukan Belanda; ia
menjadi pemimpin gerilya terakhir yang ditangkap. Setelah beberapa hari
ditahan, pada 10 Juli 1907 Tiku ditembak dan dibunuh oleh pasukan Belanda di
dekat Sungai Sa'dan; beberapa laporan menyatakan bahwa ia sedang mandi pada
waktu itu. Ia dikubur di peristirahatan keluarganya di Tondol, meskipun
sepupunya Tandibua' menjadi penguasa asli Pangala', ia menjabat dibawah
kepemimpinan Belanda.
F. Warisan
Setelah
kematian Tiku, pemerintah kolonial berharap ia dilupakan, namun yang terjadi
justru sebaliknya. Tandibua' memberontak pada tahun 1917, dan kantong
perlawanan kecil bertahan di sejumlah wilayah Sulawesi hingga Belanda terusir
akibat pendudukan Jepang. Pada masa pendudukan, pasukan Jepang menggunakan Tiku
sebagai simbol perjuangan Toraja terhadap agresi kolonial dan berusaha
menyatukan rakyat untuk melawan bangsa Eropa. Akan tetapi, strategi ini gagal
di wilayah-wilayah taklukan seperti Baruppu' dan Sesean yang mengenang Tiku
sebagai sosok pembunuh dan penculik istri orang.
Pemerintah
Kabupaten Tanah Toraja mengangkat Tiku sebagai pahlawan nasional pada tahun
1964. Tahun 1970, tugu penghormatan Tiku didirikan di tepi sungai Sa'dan. Tiku
dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui Dekrit Kepresidenan
073/TK/2002 tanggal 6 November 2002. Pada hari peringatan kematian Tiku,
upacara khusus diselenggarakan di ibu kota Sulawesi Selatan, Makassar. Selain
jalan raya, bandara di Tana Toraja juga diberi nama Pong Tiku.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pong
Tiku lahir di dekat Rantepao di dataran tinggi Sulawesi (sekarang Kabupaten
Toraja Utara, Sulawesi Selatan) pada tahun 1846. Pong Tiku adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Toraja, Sulawesi Selatan. Pong
Tiku sering juga dipanggil Ne Baso yaitu pahlawan nasional yang berjuang
melawan kolonialisme Belanda di Toraja. Tentara Belanda pertama kali datang ke
Toraja pada tahun 1906. Belanda kemudian menang melalui tipu muslihat yang
berakhir dengan eksekusi Pong Tiku di tepi sungai di Sa’dan, Rantepao pada
tanggal 10 Juli 1907. Kemudian Pemerintah Kabupaten Tanah Toraja mengangkat
Tiku sebagai pahlawan nasional pada tahun 1964. Tahun 1970, tugu penghormatan
Tiku didirikan di tepi sungai Sa'dan.
B. Saran
Dengan adanya makalah
ini semoga kita dapat menghormati perjuangan para pahlawan yang telah gugur
pada masa penjajahan. Tugas
kita sebagai penerus bangsa adalah mempertahankan kemerdekaan ini, tetap
menjaga semangat perjuangan dan mempertahankan kebudayaan nenek moyang kita.
Namun di jaman globalisasi sekarang ini, semangat generasi muda penerus bangsa
kian menurun dan sangat memprihatinkan. Melihat akan gigihnya para pejuang
daerah kita terdahulu, harusnya para pemuda merasa malu. Semestinya para pemuda
generasi baru harus bisa melanjutkan perjuangan para pendahulu yang rela
berkorban tanpa jasa dan berani memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebagai
generasi muda seharusnya dapat melanjutkan tonggak harapan ini untuk mengisi
kemerdekaan dengan cara meningkatkan akhlak.
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Pong_Tiku
http://lilywaterpurple2.blogspot.com/2013/04/pahlawan-daerahrevolusi-dan-presiden.html?m=1
No comments:
Post a Comment