Aisyah
dan Al-Qur’an
Karya : Nanditiya Widyawati
Tokk….tokk….tokk…
Terdengar
suara pintu dari luar kamar membangunkanku saat mentari masih ragu memunculkan
sinarnya. Rupanya itu adalah tangan Kak Aris yang sengaja mengetuk pintu
kamarku pertanda pagi akan tiba.
Ia sangat rutin membangunkanku ketika adzan
subuh belum kudengar ataupun belum dikumandangkan.
“ Dek bangun, jangan
lupa sholat subuh.”
“ Iya Kak, Aisyah udah
bangun kok.”
“ Sipp, itu baru adek
kakak.”
Walau kantuk masih terasa dan masih memeluk mata ini tapi
aku harus tetap bangun dan sholat subuh. Pagi-pagi sekali aku mandi dan
bergegas pergi ke masjid untuk sholat subuh sebagai salah satu kewajibanku
menjadi seorang muslim. Selesai sholat, akupun kembali ke rumah bersiap-siap
untuk berangkat sekolah. Suasana rumah tak seperti dulu lagi, kini aku hanya
tinggal bersama dengan Kak Aris setelah Tuhan memanggil kedua orang tuaku. Saat aku pergi ke ruang makan, kulihat Kak
Aris telah menyiapkan sarapan untukku.
“ Dek, sarapan dulu.”
Kata Kak Aris menyuruhku untuk sarapan.
“ Iya Kak. Kak Aris
masak apa?” Tanyaku.
“ Seperti biasa, mie
instan dan telur mata sapi kesukannmu.”
“ Makasih Kak. Andai
saja Ayah dan Ibu masih…”
“ Sudahlah jangan
pernah mengeluh apa yang telah terjadi.”
“ Maaf Kak, tapi…”
“ Sudah cukup, jangan
lanjutkan perkataanmu itu, pasti ujung-unjungnya kamu akan mengeluh kan?”
Akupun tak dapat
berkata lagi, aku hanya diam dan melanjutkan sarapan.
Sekarang waktunya aku pergi ke istana ilmuku untuk
mencari ilmu dan pengalaman. Bersama dengan sepeda pemberian Ayah, aku
bersemangat menempuh perjalanan menuju istana ilmuku. Ditengah perjalanan
kulihat Nenek tua akan menyeberang jalan dengan barang berat yang ia bawa.
Tanpa fikir panjang akupun langsung membantu Nenek itu untuk menyeberang jalan
dan membantunya membawa barang yang ia bawa. Walau berat, tapi aku berusaha
membantunya.
“ Terimakasih Nak.”
Ucapan Nenek tua itu padaku.
“ Iya Nek, sama-sama.”
“ Kalau boleh tau,
siapa namamu Nak ?”
“ Namaku Aisyah Nek.”
“ Nama yang bagus,
semoga Allah membalas kebaikanmu Nak.”
“ Baiklah Nek, aku akan
melanjutkan perjalanan untuk pergi ke sekolah.”
“ Iya Nak, hati-hati.”
Saat
sampai di gerbang sekolah aku melihat seorang pengemis tua yang sedang
kelaparan. Aku ingin membantunya, tapi aku tak punya uang untuk kuberikan
padanya dan akhirnya aku ingat tadi pagi Kak Aris memberiku roti untuk bekalku
makan siang.
“ Kek ini Aisyah punya
roti, semoga bisa mengganjal perut Kakek.” Kuberikan roti kepada pengemis tua
itu.
“ Tapi bagaimana denganmu
Nak?”
“ Aisyah sudah makan
kok Kek.”
“ Terimakasih Nak, semoga
Allah membalas kebaikanmu.”
“ Baiklah Kek, Aisyah
masuk kelas dulu.”
Saat masuk kelas, kulihat teman-teman sedang asyik
bermain dan tiba-tiba bel masuk berbunyi. Ini saatnya untuk aku belajar, aku
nggak ingin mengecewakan Kak Aris yang sudah susah-susah mencarikan uang
untukku dan tentunya aku ingin melihat Ayah dan Ibuku bahagia di atas sana.
Mungkin sekitar 5 jam kuhabiskan waktuku untuk sekolah, akhirnya jam pulang
sekolah tiba juga. Sebelum pulang, kusempatkan diri untuk menjalankan ibadah
sholat dhuhur di masjid dekat sekolah. Saat diri menghadap sang penguasa alam,
aku selalu mendoakan kedua orang tuaku semoga mereka berada di tempat terindah
didekat Tuhan yaitu di surganya Tuhan.
“
Tuhan, aku ikhlas jika Ayah dan Ibu meninggalkanku dan aku juga ikhlas jika
mereka kembali padamu. Tapi, aku mohon dalam hati yang terpenuhi berjuta salah
ini, tempatkan mereka di tempat terindahmu, tempatkan mereka di surgamu. Dan
izinkan aku bertemu dengan mereka lagi Tuhan. Izinkan kita berkumpul seperti
saat-saat dulu lagi. Aku yakin, esok engkau pasti akan mengembalikan masa-masa
itu walau di alam yang berbeda.”
Selesai sholat dhuhur, kucoba mencari keheningan sejenak
bersama dengan sepeda yang menemaniku saat ini.
Blurr….blurr….blurr….
Suara
batu yang kulempar di sungai ini memberi sedikit nada-nada yang menemaniku saat
sendiri. Seperti biasa, sepulang sekolah aku berusaha mencari keheningan
sejenak di tepi sungai sambil menikmati sejuknya angin yang berlarian kesana-kemari
menjadi penghibur diri saat mulai membaca ayat suci Al-Qur’an. Aku memang bukan
sosok manusia yang pintar dalam bidang agama, aku hanyalah seorang anak kecil
yang baru menginjak pendidikan sekolah dasar selama 6 tahun. Sepertinya aku tak
benar-benar tau apa yang ada digenggamanku saat ini, aku hanya tau mereka
meyebut ini Al-Qu’an. Ayah dan Ibu juga berkata demikian, menyebut buku ini adalah
kitab suci Al-Qu’an. Aku masih ingat saat dulu kita bersama-sama di tepi sungai
ini sambil menghafal ayat suci Al-Qur’an. Sepertinya aku tak ingin mengingat
masa-masa itu lagi, tapi mengapa fikiranku seakan-akan menuntunku untuk
mengingat memori itu. Iya, suatu peristiwa yang membuatku harus sendiri di
sungai ini selama 5 tahun terakhir ini.
Ditepi sungai Ayah, Ibu, Aku, dan
Kak Aris selalu berkumpul di tempat ini setelah aku pulang sekolah atau ketika
hari libur. Ayah dan Ibu sangat suka dengan alam, mereka selalu membawaku dan Kak
Aris di tempat-tempat yang sejuk seperti di sungai ini. Tapi ada satu hal yang
tak pernah mereka lupakan yaitu membawa ayat suci Al-Qur’an. Entah mengapa
mereka tak pernah lupa membawanya, bisa dibilang mereka sangat faham kandungan
yang ada dalam ayat suci Al-Qur’an tersebut. Saat aku dan Kak Aris sedang asyik
melempar-lempar batu di tepi sungai tiba-tiba Ayah memanggil kami berdua.
“
Aris…Aisyah, kemarilah Nak!” Suara Ayah memanggil kami.
“
Iya Yah.” Aku dan Kak Aris bergegas menghampiri Ayah.
“
Sudah mainnya dilanjut nanti. Sekarang Ayah dan Ibu akan mengajari kalian
membaca Al-Qur’an dan kalian harus bisa menghafal aya-ayat yang ada didalam
Al-Qur’an ini.”
“
Hahh? Menghafal Yahh, apa itu tidak salah?” Sontak kuterkejut mendengar Ayah
berkata seperti itu.
“
Tidak ada yang salah Aisyah sayang. Menghafal ayat-ayat yang ada didalam
Al-Qur’an itu tidak salah. Ayah dan Ibu sudah hafal 30 juz yang ada didalam Al-Qur’an
ini dan sekarang giliran anak-anak Ayah yang harus menghafalnya.”
“
Apakah Aisyah mungkin dapat menghafal ayat sebanyak itu Yah?”
“
Kenapa tidak mungkin? Sesuatu yang ada didunia ini tidak ada yang tidak mungkin
terjadi Aisyah, buktinya Kak Aris sudah bisa menghafal 10 juz ayat suci
Al-Qur’an.”
“
Benar itu Kak?” Akupun langsung bertanya pada kak Aris.
“
Iya Dek, itu benar. Mulai sekarang kamu harus belajar menghafal juga ya!”
“
Oke baiklah, aku akan belajar menghafalnya.”
“
Itu baru anak Ayah.”
Setelah kudengar kata-kata dari Ayah
akhirnya akupun bersedia untuk belajar menghafal Al-Qur’an. Aku nggak ingin
kalah sama Ayah, Ibu, dan Kak Aris yang sudah bisa menghafal ayat suci
Al-Qur’an. Ayah juga berkata bahwa kita tidak hanya menghafal ayat suci
Al-Qur’an tapi kita juga harus mengerti isi kandungan dalam Al-Qur’an tersebut
dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dan berbuat baik pada orang lain
karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Ayah juga
berkata, sebagai umat muslim kita hidup harus berpegang teguh pada ayat suci
Al-Qur’an karena di dalam Al-Qur’an terdapat perintah-perintah Allah yang mengharuskan
kita menyembahnya dan menjauhi segala larangannya. Disela-sela kami belajar
membaca dan menghafal ayat suci Al-Qur’an, tiba-tiba terdengar suara handphone
Ayah berbunyi dan iapun segera mengangkatnya. Setelah beberapa menit Ayah
bercakap-cakap dalam telephone, aku melihat Ayah sangat senang sekali mungkin
ada kabar baik di hari ini.
“
Ada apa Yah?” Tanya Ibu kepada Ayah.
“
Minggu depan kita akan berangkat haji.” Jawab Ayah dengan nada gembira.
“
Alhamdulillah, akhirnya kita akan berangkat haji juga, kita akan pergi ke
tempat kiblat umat manusia, tempat yang begitu suci dan terlindungi.”
“
Iya Bunda, Ayah juga sangat bersyukur kepada Allah karena dia mengizinkan kita
untuk pergi ketempat sucinya.”
“
Ayah dan Ibu akan pergi haji?” Sahut Kak Aris memotong pembicaraan Ayah dan
Ibu.
“
Iya Ris, memangnya kenapa?” Jawab Ayah.
“
Jika Ayah dan Ibu pergi, nanti aku sama Aisyah di rumah sama siapa?”
“
Nanti Nenek dan Kakek akan tinggal di rumah kita selama Ayah dan Ibu pergi
berangkat haji.”
“
Asyik…Nenek sama Kakek tinggal dirumah kita.”
“
Tapi ingat selama Ayah dan Ibu pergi, anak-anak Ayah nggak boleh nakal ya! Dan
kalian harus patuh sama Nenek dan Kakek.”
“
Siap Ayah.” Jawabku dan kak Aris bersamaan.
Satu minggu telah berlalu, hari ini
Ayah dan Ibu telah berangkat haji. Di hari pertama Ayah dan Ibu pergi kami
asyik bermain-main dengan Nenek dan Kakek. Di sela-sela kami bermain, kami
mendengar telephone rumah berbunyi dan Nenekpun segera mengangkatnya. Entah apa
yang terjadi, saat Nenek menerima telephone tiba-tiba telephone itupun jatuh
dan Nenek terlihat sangat lemas sekali.
“
Ada apa Nek?” Tanya Kak Aris dengan raut wajah cemas sekali.
“
Aa…Ayah dan Ii..Ibu kalian.”
“
Ada apa dengan Ayah dan Ibu Nek?”
“
Pesawat yang mereka tumpangi untuk berangkat ke tanah suci jatuh ditengah
samudra dan mereka meninggal dunia.”
“
Ini nggak mungkin Nek. Ini nggak mungkin.”
“
Bersabarlah, mungkin ini sudah menjadi suratan Tuhan.”
Saat aku mendengar berita itu, tubuhkupun ikut lemas dan mencoba bertanya lagi pada Kak Aris berharap apa yang aku dengar tadi salah.
Saat aku mendengar berita itu, tubuhkupun ikut lemas dan mencoba bertanya lagi pada Kak Aris berharap apa yang aku dengar tadi salah.
“
Kak Aris, Nenek bohongkan Kak? Ayah dan Ibu tidak meninggal kan? Mereka hanya
berangkat haji dan bulan depan mereka akan kembali kan Kak?” Tanyaku pada Kak
Aris dengan airmata yang telah berlinang dipipiku.
“
Sabar Dek, Ayah dan Ibu sudah pergi meninggalkan kita untuk selamanya.”
“
Kenapa Kak? Kenapa Ayah dan Ibu tega meninggalkan kita?”
“
Itu bukan kemauan mereka Dek, Mungkin Tuhan hanya menginginkan Ayah dan Ibu
untuk beristirahat di surganya. Kamu harus mengikhlaskan kepergiannya Dek dan
kita harus bisa menghafal dan mengamalkan isi dalam kandungan Al-Qur’an seperti
apa yang Ayah dan Ibu inginkan agar mereka dapat bahagia melihat kita dapat
mewujudkan keinginan mereka.”
“
Aku akan berusaha Kak. Dan aku berjanji suatu saat aku pasti bisa menghafal 30
juz yang ada dalam ayat suci Al-Qur’an”
“
Kakak yakin kamu bisa Dek.”
Setidaknya itulah kejadian yang membuatku sendiri seperi
ini. Sungguh aku tak pernah menyangka saat aku masih duduk di bangku sekolah
dasar tepatnya kelas 1 SD Tuhan telah memisahkanku dengan kedua orang tuaku.
Jujur ini bukanlah pilihanku, jika harus memilih aku akan memilih tetap
berkumpul bersama Ayah dan Ibu, tapi sudahlah mungkin ini telah menjadi suratan
Tuhan untuk memisahkan kita. Tapi aku tak boleh hanyut dalam kesedihan ini, aku
harus bangkit karena ada perintah dari Ayah dan Ibu yang harus kupenuhi yaitu
menghafal 30 juz dalam ayat suci Al-Qur’an. Ditepi sungai ini, walau waktu
telah berjalan menuju masa depan aku tetap belajar menghafal Al-Qur’an ditempat
ini seperti 5 tahun yang lalu saat aku belajar menghafal Al-Qur’an bersama
dengan Kak Aris dan kedua orangtuaku.
Waktu telah menunjukkan pukul 15.30 kini saatnya aku
pulang bersama dengan sepeda tercintaku. Hanya sepeda ini yang masih menemaniku
kemanapun aku pergi setelah semuanya berubah. Saat sampai di rumah kulihat Kak
Aris telah menunggu kedatanganku untuk pulang.
“ Akhirnya kamu sampai
di rumah juga Dek.” Kata Kak Aris.
“ Memangnya ada apa
Kak?”
“ Ini hari apa?”
“ Kamis. Ohh iya Aisyah
lupa Kak, kalau…”
“ Sudah, cepat mandi
sana, Kakak tunggu.”
“ Siap Kak.”
Setelah aku selesai mandi dan sholat ashar, kamipun pergi
ke suatu tempat, tempat dimana aku dan Kak Aris menjenguk Ayah dan Ibu. Inilah
rutinitas yang aku dan Kak Aris lakukan saat hari kamis yaitu membaca doa
tahlil untuk Ayah dan Ibu di pemakaman mereka. Sebelum kami membacakan doa
tahlil, terlebih dahulu kami membersihkan makam Ayah dan Ibu, dan tak lupa kami
memberi bunga-bunga diatas makam mereka agar terlihat lebih indah. Disela-sela
aku membaca doa tahlil, entah mengapa mataku berkaca-kaca tapi aku tak boleh
menangis, aku tak ingin melihat Kak Aris sedih karena melihatku menangis. Aku
sangat sayang dengan Kak Aris karena setelah Tuhan memanggil Ayah dan Ibu ia
tetap tegar menjalani semuanya dan ia juga selalu tersenyum di depanku, walau
sebenarnya aku tau batin Kak Aris juga sakit tapi dia tak ingin melihatku
bersedih, itu saja. Sungguh,ia adalah Kakak terbaikku.
Setelah aku dan
Kak Aris selesai membacakan doa tahlil untuk Ayah dan Ibu, kamipun berbicara di
depan makam mereka jika anak-anak mereka
kini telah hafal 30 juz dalam ayat suci Al-Qur’an.
“
Ayah, Ibu….Aisyah dan Kak Aris kini sudah bisa menghafal 30 juz dalam ayat suci
Al-Qur’an. Walau kami sedih Tuhan telah memanggil kalian tapi kami akan selalu
mengingat kata-kata kalian dalam setiap
perjalanan kami”
“
Ayah, Ibu….Aris akan selalu menjaga Aisyah sampai kapanpun. Kami sangat
kehilangan kalian dan kami juga selalu mengingat kalian dalam setiap hembusan
nafas kami, dalam denyut nadi kami, dalam langkah kaki kami menyusuri buminya
Tuhan, dan dalam setiap doa-doa kami saat menghadap sang penguasa alam selalu
ada nama Ayah dan Ibu semoga kalian selalu bahagia di samping Tuhan.”
Dalam
kehangatan kulihat senja mulai kembali ke peraduannya bersama dengan sinar
jingga yang ia bawa di sore ini. Sembari kutertunduk pada sang penguasa alam
yang telah membawaku dalam dunia penuh kasih sayang ini. Saat senja mulai
kembali, mega-mega merah menghampiriku dan terdengar suara adzan magrib yang
begitu indah menggetarkan telinga dan jiwa ini pertanda diri untuk sejenak
meninggalkan aktivitas dan menyembah kepada Tuhan sang penguasa alam. Langkah
kaki inipun mulai meninggalkan pemakaman Ayah dan Ibu. Mungkin hanya ini yang
dapat kami lakukan sebagai anak-anak kalian Ayah, Ibu dan hanya dengan ini
dapat sedikit mengobati rasa rindu kami akan sosok orangtua yang selalu menjadi
panutan kami.
Sebelum
kami pulang, aku dan Kak Aris mampir di sebuah masjid dekat pemakaman karena
adzan magrib telah dikumandangkan. Kami mengambil air wudhu dan bersegera untuk
menunaikan ibadah sholat magrib. Saat selesai sholat, aku melihat banyak orang
mendekati gadis kecil yang sedang sujud padahal sholat telah selesai.
Orang-orang berkata bahwa gadis itu sudah tidak bernyawa lagi. Aku terkejut
saat mendengarnya, lalu akupun mendekatinya dan aku tau persis siapa gadis itu
karena gadis itu adalah Aku.
No comments:
Post a Comment