Wednesday 2 March 2016

Cerpen (Aisyah dan Al-Qur'an)

Aisyah dan Al-Qur’an
Karya : Nanditiya Widyawati
Tokk….tokk….tokk…
Terdengar suara pintu dari luar kamar membangunkanku saat mentari masih ragu memunculkan sinarnya. Rupanya itu adalah tangan Kak Aris yang sengaja mengetuk pintu kamarku pertanda pagi akan tiba.
Ia sangat rutin membangunkanku ketika adzan subuh belum kudengar ataupun belum dikumandangkan.
“ Dek bangun, jangan lupa sholat subuh.”
“ Iya Kak, Aisyah udah bangun kok.”
“ Sipp, itu baru adek kakak.”
            Walau kantuk masih terasa dan masih memeluk mata ini tapi aku harus tetap bangun dan sholat subuh. Pagi-pagi sekali aku mandi dan bergegas pergi ke masjid untuk sholat subuh sebagai salah satu kewajibanku menjadi seorang muslim. Selesai sholat, akupun kembali ke rumah bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Suasana rumah tak seperti dulu lagi, kini aku hanya tinggal bersama dengan Kak Aris setelah Tuhan memanggil kedua orang tuaku.  Saat aku pergi ke ruang makan, kulihat Kak Aris telah menyiapkan sarapan untukku.
“ Dek, sarapan dulu.” Kata Kak Aris menyuruhku untuk sarapan.
“ Iya Kak. Kak Aris masak apa?” Tanyaku.
“ Seperti biasa, mie instan dan telur mata sapi kesukannmu.”
“ Makasih Kak. Andai saja Ayah dan Ibu masih…”
“ Sudahlah jangan pernah mengeluh apa yang telah terjadi.”
“ Maaf Kak, tapi…”
“ Sudah cukup, jangan lanjutkan perkataanmu itu, pasti ujung-unjungnya kamu akan mengeluh kan?”
Akupun tak dapat berkata lagi, aku hanya diam dan melanjutkan sarapan.
            Sekarang waktunya aku pergi ke istana ilmuku untuk mencari ilmu dan pengalaman. Bersama dengan sepeda pemberian Ayah, aku bersemangat menempuh perjalanan menuju istana ilmuku. Ditengah perjalanan kulihat Nenek tua akan menyeberang jalan dengan barang berat yang ia bawa. Tanpa fikir panjang akupun langsung membantu Nenek itu untuk menyeberang jalan dan membantunya membawa barang yang ia bawa. Walau berat, tapi aku berusaha membantunya.
“ Terimakasih Nak.” Ucapan Nenek tua itu padaku.
“ Iya Nek, sama-sama.”
“ Kalau boleh tau, siapa namamu Nak ?”
“ Namaku Aisyah Nek.”
“ Nama yang bagus, semoga Allah membalas kebaikanmu Nak.”
“ Baiklah Nek, aku akan melanjutkan perjalanan untuk pergi ke sekolah.”
“ Iya Nak, hati-hati.”
            Saat sampai di gerbang sekolah aku melihat seorang pengemis tua yang sedang kelaparan. Aku ingin membantunya, tapi aku tak punya uang untuk kuberikan padanya dan akhirnya aku ingat tadi pagi Kak Aris memberiku roti untuk bekalku makan siang.
“ Kek ini Aisyah punya roti, semoga bisa mengganjal perut Kakek.” Kuberikan roti kepada pengemis tua itu.
“ Tapi bagaimana denganmu Nak?”
“ Aisyah sudah makan kok Kek.”
“ Terimakasih Nak, semoga Allah membalas kebaikanmu.”
“ Baiklah Kek, Aisyah masuk kelas dulu.”
            Saat masuk kelas, kulihat teman-teman sedang asyik bermain dan tiba-tiba bel masuk berbunyi. Ini saatnya untuk aku belajar, aku nggak ingin mengecewakan Kak Aris yang sudah susah-susah mencarikan uang untukku dan tentunya aku ingin melihat Ayah dan Ibuku bahagia di atas sana. Mungkin sekitar 5 jam kuhabiskan waktuku untuk sekolah, akhirnya jam pulang sekolah tiba juga. Sebelum pulang, kusempatkan diri untuk menjalankan ibadah sholat dhuhur di masjid dekat sekolah. Saat diri menghadap sang penguasa alam, aku selalu mendoakan kedua orang tuaku semoga mereka berada di tempat terindah didekat Tuhan yaitu di surganya Tuhan.
“ Tuhan, aku ikhlas jika Ayah dan Ibu meninggalkanku dan aku juga ikhlas jika mereka kembali padamu. Tapi, aku mohon dalam hati yang terpenuhi berjuta salah ini, tempatkan mereka di tempat terindahmu, tempatkan mereka di surgamu. Dan izinkan aku bertemu dengan mereka lagi Tuhan. Izinkan kita berkumpul seperti saat-saat dulu lagi. Aku yakin, esok engkau pasti akan mengembalikan masa-masa itu walau di alam yang berbeda.”
            Selesai sholat dhuhur, kucoba mencari keheningan sejenak bersama dengan sepeda yang menemaniku saat ini.
Blurr….blurr….blurr….
Suara batu yang kulempar di sungai ini memberi sedikit nada-nada yang menemaniku saat sendiri. Seperti biasa, sepulang sekolah aku berusaha mencari keheningan sejenak di tepi sungai sambil menikmati sejuknya angin yang berlarian kesana-kemari menjadi penghibur diri saat mulai membaca ayat suci Al-Qur’an. Aku memang bukan sosok manusia yang pintar dalam bidang agama, aku hanyalah seorang anak kecil yang baru menginjak pendidikan sekolah dasar selama 6 tahun. Sepertinya aku tak benar-benar tau apa yang ada digenggamanku saat ini, aku hanya tau mereka meyebut ini Al-Qu’an. Ayah dan Ibu juga berkata demikian, menyebut buku ini adalah kitab suci Al-Qu’an. Aku masih ingat saat dulu kita bersama-sama di tepi sungai ini sambil menghafal ayat suci Al-Qur’an. Sepertinya aku tak ingin mengingat masa-masa itu lagi, tapi mengapa fikiranku seakan-akan menuntunku untuk mengingat memori itu. Iya, suatu peristiwa yang membuatku harus sendiri di sungai ini selama 5 tahun terakhir ini.
Ditepi sungai Ayah, Ibu, Aku, dan Kak Aris selalu berkumpul di tempat ini setelah aku pulang sekolah atau ketika hari libur. Ayah dan Ibu sangat suka dengan alam, mereka selalu membawaku dan Kak Aris di tempat-tempat yang sejuk seperti di sungai ini. Tapi ada satu hal yang tak pernah mereka lupakan yaitu membawa ayat suci Al-Qur’an. Entah mengapa mereka tak pernah lupa membawanya, bisa dibilang mereka sangat faham kandungan yang ada dalam ayat suci Al-Qur’an tersebut. Saat aku dan Kak Aris sedang asyik melempar-lempar batu di tepi sungai tiba-tiba Ayah memanggil kami berdua.
“ Aris…Aisyah, kemarilah Nak!” Suara Ayah memanggil kami.
“ Iya Yah.” Aku dan Kak Aris bergegas menghampiri Ayah.
“ Sudah mainnya dilanjut nanti. Sekarang Ayah dan Ibu akan mengajari kalian membaca Al-Qur’an dan kalian harus bisa menghafal aya-ayat yang ada didalam Al-Qur’an ini.”
“ Hahh? Menghafal Yahh, apa itu tidak salah?” Sontak kuterkejut mendengar Ayah berkata seperti itu.
“ Tidak ada yang salah Aisyah sayang. Menghafal ayat-ayat yang ada didalam Al-Qur’an itu tidak salah. Ayah dan Ibu  sudah hafal 30 juz yang ada didalam Al-Qur’an ini dan sekarang giliran anak-anak Ayah yang harus menghafalnya.”
“ Apakah Aisyah mungkin dapat menghafal ayat sebanyak itu Yah?”
“ Kenapa tidak mungkin? Sesuatu yang ada didunia ini tidak ada yang tidak mungkin terjadi Aisyah, buktinya Kak Aris sudah bisa menghafal 10 juz ayat suci Al-Qur’an.”
“ Benar itu Kak?” Akupun langsung bertanya pada kak Aris.
“ Iya Dek, itu benar. Mulai sekarang kamu harus belajar menghafal juga ya!”
“ Oke baiklah, aku akan belajar menghafalnya.”
“ Itu baru anak Ayah.”
            Setelah kudengar kata-kata dari Ayah akhirnya akupun bersedia untuk belajar menghafal Al-Qur’an. Aku nggak ingin kalah sama Ayah, Ibu, dan Kak Aris yang sudah bisa menghafal ayat suci Al-Qur’an. Ayah juga berkata bahwa kita tidak hanya menghafal ayat suci Al-Qur’an tapi kita juga harus mengerti isi kandungan dalam Al-Qur’an tersebut dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dan berbuat baik pada orang lain karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Ayah juga berkata, sebagai umat muslim kita hidup harus berpegang teguh pada ayat suci Al-Qur’an karena di dalam Al-Qur’an terdapat perintah-perintah Allah yang mengharuskan kita menyembahnya dan menjauhi segala larangannya. Disela-sela kami belajar membaca dan menghafal ayat suci Al-Qur’an, tiba-tiba terdengar suara handphone Ayah berbunyi dan iapun segera mengangkatnya. Setelah beberapa menit Ayah bercakap-cakap dalam telephone, aku melihat Ayah sangat senang sekali mungkin ada kabar baik di hari ini.
“ Ada apa Yah?” Tanya Ibu kepada Ayah.
“ Minggu depan kita akan berangkat haji.” Jawab Ayah dengan nada gembira.
“ Alhamdulillah, akhirnya kita akan berangkat haji juga, kita akan pergi ke tempat kiblat umat manusia, tempat yang begitu suci dan terlindungi.”
“ Iya Bunda, Ayah juga sangat bersyukur kepada Allah karena dia mengizinkan kita untuk pergi ketempat sucinya.”
“ Ayah dan Ibu akan pergi haji?” Sahut Kak Aris memotong pembicaraan Ayah dan Ibu.
“ Iya Ris, memangnya kenapa?” Jawab Ayah.
“ Jika Ayah dan Ibu pergi, nanti aku sama Aisyah di rumah sama siapa?”
“ Nanti Nenek dan Kakek akan tinggal di rumah kita selama Ayah dan Ibu pergi berangkat haji.”
“ Asyik…Nenek sama Kakek tinggal dirumah kita.”
“ Tapi ingat selama Ayah dan Ibu pergi, anak-anak Ayah nggak boleh nakal ya! Dan kalian harus patuh sama Nenek dan Kakek.”
“ Siap Ayah.” Jawabku dan kak Aris bersamaan.
            Satu minggu telah berlalu, hari ini Ayah dan Ibu telah berangkat haji. Di hari pertama Ayah dan Ibu pergi kami asyik bermain-main dengan Nenek dan Kakek. Di sela-sela kami bermain, kami mendengar telephone rumah berbunyi dan Nenekpun segera mengangkatnya. Entah apa yang terjadi, saat Nenek menerima telephone tiba-tiba telephone itupun jatuh dan Nenek terlihat sangat lemas sekali.
“ Ada apa Nek?” Tanya Kak Aris dengan raut wajah cemas sekali.
“ Aa…Ayah dan Ii..Ibu kalian.”
“ Ada apa dengan Ayah dan Ibu Nek?”
“ Pesawat yang mereka tumpangi untuk berangkat ke tanah suci jatuh ditengah samudra dan mereka  meninggal dunia.”
“ Ini nggak mungkin Nek. Ini nggak mungkin.”
“ Bersabarlah, mungkin ini sudah menjadi suratan Tuhan.”
            Saat aku mendengar berita itu, tubuhkupun ikut lemas dan mencoba bertanya lagi pada Kak Aris berharap apa yang aku dengar tadi  salah.
“ Kak Aris, Nenek bohongkan Kak? Ayah dan Ibu tidak meninggal kan? Mereka hanya berangkat haji dan bulan depan mereka akan kembali kan Kak?” Tanyaku pada Kak Aris dengan airmata yang telah berlinang dipipiku.
“ Sabar Dek, Ayah dan Ibu sudah pergi meninggalkan kita untuk selamanya.”
“ Kenapa Kak? Kenapa Ayah dan Ibu tega meninggalkan kita?”
“ Itu bukan kemauan mereka Dek, Mungkin Tuhan hanya menginginkan Ayah dan Ibu untuk beristirahat di surganya. Kamu harus mengikhlaskan kepergiannya Dek dan kita harus bisa menghafal dan mengamalkan isi dalam kandungan Al-Qur’an seperti apa yang Ayah dan Ibu inginkan agar mereka dapat bahagia melihat kita dapat mewujudkan keinginan mereka.”
“ Aku akan berusaha Kak. Dan aku berjanji suatu saat aku pasti bisa menghafal 30 juz yang ada dalam ayat suci Al-Qur’an”
“ Kakak yakin kamu bisa Dek.”
            Setidaknya itulah kejadian yang membuatku sendiri seperi ini. Sungguh aku tak pernah menyangka saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar tepatnya kelas 1 SD Tuhan telah memisahkanku dengan kedua orang tuaku. Jujur ini bukanlah pilihanku, jika harus memilih aku akan memilih tetap berkumpul bersama Ayah dan Ibu, tapi sudahlah mungkin ini telah menjadi suratan Tuhan untuk memisahkan kita. Tapi aku tak boleh hanyut dalam kesedihan ini, aku harus bangkit karena ada perintah dari Ayah dan Ibu yang harus kupenuhi yaitu menghafal 30 juz dalam ayat suci Al-Qur’an. Ditepi sungai ini, walau waktu telah berjalan menuju masa depan aku tetap belajar menghafal Al-Qur’an ditempat ini seperti 5 tahun yang lalu saat aku belajar menghafal Al-Qur’an bersama dengan Kak  Aris dan kedua orangtuaku.
            Waktu telah menunjukkan pukul 15.30 kini saatnya aku pulang bersama dengan sepeda tercintaku. Hanya sepeda ini yang masih menemaniku kemanapun aku pergi setelah semuanya berubah. Saat sampai di rumah kulihat Kak Aris telah menunggu kedatanganku untuk pulang.
“ Akhirnya kamu sampai di rumah juga Dek.” Kata Kak Aris.
“ Memangnya ada apa Kak?”
“ Ini hari apa?”
“ Kamis. Ohh iya Aisyah lupa Kak, kalau…”
“ Sudah, cepat mandi sana, Kakak tunggu.”
“ Siap Kak.”
            Setelah aku selesai mandi dan sholat ashar, kamipun pergi ke suatu tempat, tempat dimana aku dan Kak Aris menjenguk Ayah dan Ibu. Inilah rutinitas yang aku dan Kak Aris lakukan saat hari kamis yaitu membaca doa tahlil untuk Ayah dan Ibu di pemakaman mereka. Sebelum kami membacakan doa tahlil, terlebih dahulu kami membersihkan makam Ayah dan Ibu, dan tak lupa kami memberi bunga-bunga diatas makam mereka agar terlihat lebih indah. Disela-sela aku membaca doa tahlil, entah mengapa mataku berkaca-kaca tapi aku tak boleh menangis, aku tak ingin melihat Kak Aris sedih karena melihatku menangis. Aku sangat sayang dengan Kak Aris karena setelah Tuhan memanggil Ayah dan Ibu ia tetap tegar menjalani semuanya dan ia juga selalu tersenyum di depanku, walau sebenarnya aku tau batin Kak Aris juga sakit tapi dia tak ingin melihatku bersedih, itu saja. Sungguh,ia adalah Kakak terbaikku.
             Setelah aku dan Kak Aris selesai membacakan doa tahlil untuk Ayah dan Ibu, kamipun berbicara di depan makam mereka jika anak-anak  mereka kini telah hafal 30 juz dalam ayat suci Al-Qur’an.
“ Ayah, Ibu….Aisyah dan Kak Aris kini sudah bisa menghafal 30 juz dalam ayat suci Al-Qur’an. Walau kami sedih Tuhan telah memanggil kalian tapi kami akan selalu mengingat kata-kata kalian  dalam setiap perjalanan kami”
“ Ayah, Ibu….Aris akan selalu menjaga Aisyah sampai kapanpun. Kami sangat kehilangan kalian dan kami juga selalu mengingat kalian dalam setiap hembusan nafas kami, dalam denyut nadi kami, dalam langkah kaki kami menyusuri buminya Tuhan, dan dalam setiap doa-doa kami saat menghadap sang penguasa alam selalu ada nama Ayah dan Ibu semoga kalian selalu bahagia di samping Tuhan.”
Dalam kehangatan kulihat senja mulai kembali ke peraduannya bersama dengan sinar jingga yang ia bawa di sore ini. Sembari kutertunduk pada sang penguasa alam yang telah membawaku dalam dunia penuh kasih sayang ini. Saat senja mulai kembali, mega-mega merah menghampiriku dan terdengar suara adzan magrib yang begitu indah menggetarkan telinga dan jiwa ini pertanda diri untuk sejenak meninggalkan aktivitas dan menyembah kepada Tuhan sang penguasa alam. Langkah kaki inipun mulai meninggalkan pemakaman Ayah dan Ibu. Mungkin hanya ini yang dapat kami lakukan sebagai anak-anak kalian Ayah, Ibu dan hanya dengan ini dapat sedikit mengobati rasa rindu kami akan sosok orangtua yang selalu menjadi panutan kami.

Sebelum kami pulang, aku dan Kak Aris mampir di sebuah masjid dekat pemakaman karena adzan magrib telah dikumandangkan. Kami mengambil air wudhu dan bersegera untuk menunaikan ibadah sholat magrib. Saat selesai sholat, aku melihat banyak orang mendekati gadis kecil yang sedang sujud padahal sholat telah selesai. Orang-orang berkata bahwa gadis itu sudah tidak bernyawa lagi. Aku terkejut saat mendengarnya, lalu akupun mendekatinya dan aku tau persis siapa gadis itu karena gadis itu adalah Aku.

No comments: