Hay sobat blogger selamat malam dan
selamat berjumpa lagi. Selamat menikmati cerita “Senyum Sang Sahabat” di bagian 3
ini. Gimana kelanjutan hubungan anatara Reza dana Reza akan saya ceritakan
disini. Tanpa berderet-derat kata lagi, silakan menikmati kelanjutannya.
***
Keesokan
harinya aku bertemu lagi dengan Reza disekolah. Tapi ada yang beda dengannya di
pagi ini seperti mendung lelap diwajahnya. Kemana wajahnya kemarin? Wajah yang
selalu ceria ketika melihatku. Hari ini dia hanya tersenyum padaku dan tak ada
sapaan darinya untukku dipagi ini. Aku masih bingung dengan hari ini semuanya
berubah karena perasaan itu. Inilah yang membuatku tak suka dengan perasaan
itu, sahabatku Reza kini berubah tak seperti dulu lagi. Sungguh membingungkan
dan menyedihkan, kenapa harus ada perasaan itu didunia ini jika persahabatan
dapat membuat kita senang lalu mengapa harus ada cinta yang membuat seseorang
berubah. Aku memang suka dengan keheningan tapi tidak hening seperti ini.
Sepulang
sekolah aku pergi ketaman berharap ditaman tersebut Reza menyapaku. Angin sepoi
menemaniku ditaman ini, seakan-akan alunan angin yang ia bawa menanyakan padaku
mengapa aku sedih seperti ini. Beberapa waktu kemudian Reza datang bersama
dengan Keysa tapi tak ada sapaan dari Reza dan hanya Keysa yang menyapaku.
Mungkinkah Reza marah padaku karena kejadian kemarin? Padahal, selama 3 tahun
aku mengenal Reza dia tak pernah marah padaku, baru kali ini dia terlihat
sangat marah padaku. Aku merasa sangat bersalah padanya karena keputusan yang
telah aku ucapkan padanya. Keysa yang tak tau kejadian kemarin akhirnya
memecahkan keheningan dengan pertanyaannya.
“
Kenapa pada diem kayak gini sih?”
“
Nggak pa pa kok.” Reza menjawab dengan raut wajah jutek.
“
Tapi nggak kayak biasanya kalian diam-diaman kayak gini.”
“
Aku lagi males aja. Yaudah aku pergi dulu.” Dengan jawaban yang singkat dan
Reza pergi meninggalkan aku dan Keysa.
Setelah
Reza pergi dari tempat itu Keysa menanyakan kepadaku apa yang sebenarnya
terjadi. Tanpa fikir panjang akupun menceritakan pada Keysa apa yang sebenarnya
terjadi dan Keysa juga terkejut setelah mendengar ceritaku.
“
Benarkah? Aku tak menyangka ternyata Reza selama ini menyukaimu.”
“
Iya. Aku juga tak pernah menyangka, hanya karena perasaan itu Reza jadi gini
sama aku.”
“
Kalau memang itu kenyataannya, lalu apakah kamu juga menyukainya?”
“
Aku hanya menganggapnya sahabatku saja tak lebih dari itu.”
“
Kurasa tidak. Ingat semua orang didunia ini mempunyai perasaan dan selama ini
kulihat ada kebahagiaan diantara kalian.”
“
Perasaan sayang pastinya ada, aku hanya tak ingin bergaulku dengan orang lain
serasa ada batasan.”
“
Aku paham apa yang kamu rasakan Ren, sebaiknya kamu meminta maaf pada Reza agar
persahabatan kalian tidak hancur.”
“
Apakah dia akan memaafkanku?”
“
Pasti dia akan memaafkanmu, diakan mencintaimu.”
“
Tapi bagaimana dengan keputusanku kemarin?”
“
Jika dia memang benar-benar menyukaimu dia pasti akn memaafkanmu. Mungkin untuk
saat ini dia sedang berusaha untuk meneeima segala keputusan yang telah kau
ucapkan. Karena pada hakikatnya cinta itu bukanlah nafsu belaka dan mereka yang
mencintai cinta akan berusaha berjuang untuk memperjuangkan cintanya bukan
untuk dirinya tapi untuk orang yang dicintainya walaupun pada akhirnya dia
harus rela sakit untuk kebahagiaan orang yang dicintainya tersebut.”
“
Mungkinkah Reza mempunyai sifat seperti itu?”
“
Kenapa kamu masih bertanya padaku? Bukankah selama ini sudah jelas terlihat
bahwa dia rela melakukan berbagai hal demi kebahagiaanmu.”
“
Kamu benar selama ini dia selau membuatku bahagia dan hari-hariku menjadi lebih
berwarna karena kehadirannya.”
“
Tunggu apa lagi, sekarang temui Reza dan meminta maaf padanya.”
“
Baiklah aku akan menemui Reza. Makasih Keysa kamu telah membantuku.”
“
Itulah gunanya kawan. Perbaikilah hubungan kalian sebelum terlambat.”
“
Okay.”
Setelah
aku menceritakan semua yang aku rasakan pada Keysa diapun memberi solusi padaku
yaitu aku harus meminta maaf pada Reza. Jika aku fikir-fikir lagi aku memang
harus mengalah dengan Reza dengan aku meminta maaf lebih dulu dengan Reza. Aku
hanya tak ingin semuanya berakhir sampai disini saja, aku harus cepat-cepat
memperbaiki hubungan ini sebelum terlambat. Akhirnya akupun pergi kerumah Reza
untuk meminta maaf kepadanya dan meninggalkan Keysa ditaman tersebut.
Disepanjang perjalanan menuju rumah Reza fikiran ini melayang dan membayangkan
jika hubungan ini akan terhenti. Tapi aku tak boleh berfikiran yang aneh-aneh
sebelum semuanya benar-benar terjadi. Aku hanya berusaha berfikir positif akan
segala kemungkinan yang akan terjadi. Dan akhirnya aku telah sampai dirumah
Reza. Dengan keraguan hati yang masih saja ada dalam diri ini tapi ku berusaha
untuk kuat dan melawan semuanya. Pintu rumahnya telah berada didepanku namun
aku masih ragu-ragu untuk mengetuknya dan akhirnya kuberanikan tangan ini untuk
mengetuk pintu rumahnya. Dan Rezapun membukakan pintu rumahnya untukku.
“
Sore Rez.”
“
Ada apa?”
“
Tolong jangan dingin sama aku Rez, aku kesini cuma mau minta maaf.”
“
Maaf untuk apa?”
“
Maaf untuk kejadian kemarin. Bukan maksudku untuk melukai perasaanmu tapi aku
hanya ingin jujur dengan apa yang aku rasakan sekarang yaitu aku tak ingin
persahabatan kita hancur hanya karena perasaan itu karena aku hanya ingin focus
untuk menghadapi Ujian Nasional.”
“
Aku nggak marah sama kamu Ren. Seharusnya aku yang meminta maaf karena aku
terlalu mementingkan egoku.”
“
Tapi kenapa tadi disekolah kamu menghindar dari aku dan nggak biasanya kamu
langsung pulang gitu aja?”
“
Aku hanya butuh waktu untuk menerima semua keputusanmu. Sudahlah lupakan saja
kejadian kemarin dan kamu jangan mikirin itu lagi. Aku baik-baik aja dan kamu
nggak perlu minta maaf padaku. Lebih baik sekarang kamu belajar untuk
menghadapi Ujian Nasional minggu depan.”
“
Kurasa kamu tak baik-baik aja Rez, apa kamu lupa kita udah bersahabat cukup
lama dan aku tau persis gimana sikap kamu. Jika memang kamu sayang padaku,
tolong maafkan aku.”
“
Aku sudah memaafkanmu Ren. Sudah sore nih, aku anterin kamu pulang ya?”
“
Mkasih kamu udah mau maafin aku tapi aku bisa pulang sendiri kok.”
“
Bener nggak mau aku anterin?”
“
Iya.”
“
Okay, hati-hati.”
“
Okay.”
Setelah aku meminta maaf pada Reza
hati ini terasa lebih tenang walaupun aku tau Reza telah berbohong padaku.
Dibalik senyumnya padaku dia menyimpan sakit dalam hatinya karena keputusanku.
Dia hanya berusaha tegar dan tak terlihat lemah didepanku. Aku sadar aku salah,
aku telah membuat seseorang yang berarti dalam hidupku sakit karena keputusan
yang aku berikan padanya. Maafkan aku sahabat, bukan maksudku untuk melukaimu.
Aku yakin jika Tuhan memang menghendaki kita bersatu dihari esok maka jangan
khawatir jika hari ini aku tak ingin menjalin hubungan yang lebih sebagai
seorang sahaabat.
Keesokan harinya kurasa Reza telah
benar-benar memaafkanku tapi ternyata aku salah, diapun tidak menyapaku dipagi
ini. Mengapa seperti ini, apakah kemarin dia hanya berbohong padaku? Padahal
hari ini merupakan hari-hari dimana kita harus mempersiapkan untuk menghadapi
Ujian Nasional tapi mengapa penyemangat dalam hidupku tiba-tiba hilang. Reza
yang selalu member penyemangat saat aku belajar kini tak lagi adaa saat aku
belajar, aku sendiri dan sepi. Masa-masa akhir SMAku berakhir dengan gelap. Dia
menjauh dariku dan saat-saat seperti ini aku melai membutuhkannya. Sekolah tak
seperti dulu lagi, sinar cahaya yang selalu bersinar bagai matahari yang
menyinari dikala siang dan rembulan yang selalu bersinar sepanjang malam kini
seakan-akan redup sejak canda dan tawanya tak lagi untukku. Taman sekolah yang
biasa kita kunjungi berdua juga sepi karena kau tak lagi pergi kesana lagi.
Semua ini karena perasaan itu persaan cinta yang membuatnya berubah terhadapku.
Andai rasa itu tak pernah menghampiri hatinya mungkin dia juga takkan jauh
dariku.
Satu minggu sudah dia menjauh dariku
dan tepat dihari adalah hari Ujian Nasiaonal dimana aku harus focus untuk
mengerjakan soal-soal Ujian Nasional. Sempat aku tak focus ketika
mengerjakannya karena aku selalu saja teringat pada Reza. Tapi akhirnya aku
dapat melewati Ujian Nasional selam 4 hari walaupun seorang penyemangat itu
menjauh dariku. Setelah Ujian aku hanya berusaha untuk memperbaiki hubungan ini
tapi apa boleh buat aku hanya berusaha dan hasilnya aku serahkan kembali kepada
sang pencipta alam dan segala isinya. Manusia hanya bisa berusaha tapi hasinya
hanya Tuhanlah yang dapat menentukan.
Beberapa minggu setelah Ujian
Nasional hari yang telah aku tunggu-tunggu telah tiba, hari dimana aku akan
mengetahui hasil Ujian yaitu lulus atau tidak. Dipapan pengumuman
berderet-deret angka dan nama telah tercantum disana. Aku mulai membacanya dari
atas hingga kutemukan namaku yang tertulis bahwa aku telah lulus. Senang pasti
kurasakan tapi kurasa ada yang kurang tanpa Reza disampingku. Kemana dia? Kurasa
sekarang sulit sekali untuk aku bertemu dengannya. Lalu akupun pergi dari
tempat itu dengan perasaan sedih dan bahagia menyatu dalam hati ini. Menyatu
hingga terasa sebuah kegelisahan yang begitu aneh. Langkahku tiba-tiba saja
terhenti saat kulihat Reza tepat berada didepanku.
“
Selamat Rena.”
“
Reza?” Aku terkejut saat Reza menyapaku.
“
Selamat atas kelulusanmu yah.”
“
Makasih Rez, selamat juga buat kamu. Ada apa denganmu, kenapa akhir-akhir ini
kamu menjauh dari aku?”
“
Nggak ada apa-apa kok.”
“
Rez, tolong jangan menjauh dari aku”
“
Besok aku akan pergi.”
“
Pergi?” terkejut kumrndengarnya.
“
Iya, orangtuaku akan pindah ke Australia dan aku juga akan kuliyah disana.”
“
Apa kamu sangat marah padaku, hingga kamu harus pergi.”
“
Aku tak marah padamu.”
“
Lantas mengapa kamu tak disini saja, kita ukir lagi kenangan-kenangan dikota
ini.”
“
Aku tak bisa Ren, besok aku akan tetap pergi.”
“
Baiklah jika itu keputusanmu.”
“
Sukses buat kamu yah.”
“
Iya.”
Tuhan ada apa ini, mengapa aku
semakin jauh dari Reza. Sedih memang tapi aku tak dapat berbuat apa-apa, esok
sahabatku Reza akan pergi meninggalkanku disini. Malamnya aku tak dapat tidur
aku masih memikirkan perkataan Reza. Sejenak semua begitu berbeda sangat jauh
berbeda. Malam ini seluruh jiwa, hati, dan fikiran terasa tak tenang lagi.
Kemana aku yang dulu dan kemana Reza yang dulu. Walau sulit kupaksakan diri
untuk tidur dengan membawa kepedihan yang membuatku rapuh akan perasaan yang
membingungkan ini. Aku memang tak mencintainya, tapi semenjak dia menjauh dariku
kumerasa kehilangannya. Esoknya akupun terbangun dan bergegas untuk menemui
Reza dan berharap agar dia tak jadi pergi. Segera kubersiap-siap kerumah Reza
dan setibanya aku disana kulihat Reza dan kedua orangtuanya bersiap-siap untuk
pergi ke Australia.
“
Reza.”
“
Ada apa Ren, kenapa kamu kesini.”
“
Jangan pergi!”
“
Percuma aku disini terus, hatiku akan semakin terluka jika aku selalu melihatmu
dengan ikatan sahabat.”
“
Maksud kamu?”
“
Bukankah kamu yang bilang bila kamu tak mencintaiku.”
“
Aku memang tak mencintaimu tapi aku menyayangimu sebagai sahabat terbaikku.”
“
Sudahlah, aku memang harus pergi untuk saat ini tapi suatu saat aku akan
kembali lagi. Jangan bersedih wahai sahabatku, aku tak ingin melihatmu bersedih
seperti ini.”
“
Maafkan aku jika aku tak dapat menahan kesedihan ini.”
“
Aku tau kamu adalah wanita yang tegar, jadi senyumlah untukku.”
“
Emm…(tersenyum).”
“
Nah gitu dong, jangan sedih lagi ya. Aku yakin kita pasti akan bertemu lagi.
Selama aku pergi kamu harus selalu tersenyum, kamu harus bisa membuat
hari-harimu selalu bahagia walau aku tak ada disismu lagi.”
“
Aku akan berusaha.”
“
Kamu harus bisa. Satu pesan dariku, perjuangkanlah segala angan dan impianmu,
carilah jalan terang yang akan kau tempuh, dan berpeganglah teguh pada prinsip hidupmu.”
“
Aku pasti akan selalu mengingatnya.”
“
Oh iya, jika aku pergi jangan lupakan aku ya, karena aku juga akan selalu
mengingatmu.”
“
Aku tak akan pernah melupakanmu.”
“
Yasudah, jangan sedih lagi. Aku harus pergi sekarang, selamat tinggal sahabatku”
“
Hati-hati Rez.”
“
Iya. Kamu hati-hati juga disini. Jika Tuhan mengizinkan kita untuk bertemu
dikemudian hari, maka kita akan bertemu karena kehendaknya. Yakinlah sahabatku,
jika takdir akan mempertemukan kita kembali.”
“
Aku yakin.” Sambil kutersenyum menatapnya
“
Terimakasih atas senyummu, itu akan menjadi bekal perjalananku.”
Aku
tak dapat berkata apa-apa lagi, bibirku terbungkam karena tak kuasa kutahan
kepergianannya. Bersama dengan senyuman ini akau melihatnya melangkah menuju
mobil bersama dengan keluarganya untuk segera pergi. Mungkin ini adalah takdir
Tuhan, kuharus relakannya pergi untuk saat ini dan mengharapkan hadirnya
dikemudian hari.
Akhir masa SMA yang suram, mungkin
kata itu sangatlah tepat untuk saat ini. Setelah itu aku tak ingin larut dalam
kesedihan ini dan kuputuskan untuk mendaftar kuliyah di jurusan seni. Iya jurusan seni. Aku sangat mencintai
seni karena kita dapat berekspresi dengan menggunakan karya-karya kita dalam
lukisan ataupun media lain. Semoga saja aku dapat diterima dikuliyah tersebut
dan aku juga ingin mencari kesibukan disana untuk mengisi hari-hariku tanpa
Reza lagi dengan berbagai kegiatan yang kebih bermanfaat.
***
Wahh ternyata Reza pergi meninggalkan Rena.
Apakah Reza segitu marahnya dengan Rena hingga dia pergi ke Australia. Dan
gimana dengan kuliyah Rena di fakultas Seni, apakah dia dapat melewati
hari-harinya tanpa Reza lagi? Tunggu kelanjutannya di bagian 4.
No comments:
Post a Comment