Wednesday, 2 March 2016

Senyum Sang Sahabat, Part 3 ( Cerbung )

Hay sobat blogger selamat malam dan selamat berjumpa lagi. Selamat menikmati cerita “Senyum Sang Sahabat” di bagian 3 ini. Gimana kelanjutan hubungan anatara Reza dana Reza akan saya ceritakan disini. Tanpa berderet-derat kata lagi, silakan menikmati kelanjutannya.
            ***
Keesokan harinya aku bertemu lagi dengan Reza disekolah. Tapi ada yang beda dengannya di pagi ini seperti mendung lelap diwajahnya. Kemana wajahnya kemarin? Wajah yang selalu ceria ketika melihatku. Hari ini dia hanya tersenyum padaku dan tak ada sapaan darinya untukku dipagi ini. Aku masih bingung dengan hari ini semuanya berubah karena perasaan itu. Inilah yang membuatku tak suka dengan perasaan itu, sahabatku Reza kini berubah tak seperti dulu lagi. Sungguh membingungkan dan menyedihkan, kenapa harus ada perasaan itu didunia ini jika persahabatan dapat membuat kita senang lalu mengapa harus ada cinta yang membuat seseorang berubah. Aku memang suka dengan keheningan tapi tidak hening seperti ini.
Sepulang sekolah aku pergi ketaman berharap ditaman tersebut Reza menyapaku. Angin sepoi menemaniku ditaman ini, seakan-akan alunan angin yang ia bawa menanyakan padaku mengapa aku sedih seperti ini. Beberapa waktu kemudian Reza datang bersama dengan Keysa tapi tak ada sapaan dari Reza dan hanya Keysa yang menyapaku. Mungkinkah Reza marah padaku karena kejadian kemarin? Padahal, selama 3 tahun aku mengenal Reza dia tak pernah marah padaku, baru kali ini dia terlihat sangat marah padaku. Aku merasa sangat bersalah padanya karena keputusan yang telah aku ucapkan padanya. Keysa yang tak tau kejadian kemarin akhirnya memecahkan keheningan dengan pertanyaannya.
“ Kenapa pada diem kayak gini sih?”
“ Nggak pa pa kok.” Reza menjawab dengan raut wajah jutek.
“ Tapi nggak kayak biasanya kalian diam-diaman kayak gini.”
“ Aku lagi males aja. Yaudah aku pergi dulu.” Dengan jawaban yang singkat dan Reza pergi meninggalkan aku dan Keysa.
Setelah Reza pergi dari tempat itu Keysa menanyakan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa fikir panjang akupun menceritakan pada Keysa apa yang sebenarnya terjadi dan Keysa juga terkejut setelah mendengar ceritaku.
“ Benarkah? Aku tak menyangka ternyata Reza selama ini menyukaimu.”
“ Iya. Aku juga tak pernah menyangka, hanya karena perasaan itu Reza jadi gini sama aku.”
“ Kalau memang itu kenyataannya, lalu apakah kamu juga menyukainya?”
“ Aku hanya menganggapnya sahabatku saja tak lebih dari itu.”
“ Kurasa tidak. Ingat semua orang didunia ini mempunyai perasaan dan selama ini kulihat ada kebahagiaan diantara kalian.”
“ Perasaan sayang pastinya ada, aku hanya tak ingin bergaulku dengan orang lain serasa ada batasan.”
“ Aku paham apa yang kamu rasakan Ren, sebaiknya kamu meminta maaf pada Reza agar persahabatan kalian tidak hancur.”
“ Apakah dia akan memaafkanku?”
“ Pasti dia akan memaafkanmu, diakan mencintaimu.”
“ Tapi bagaimana dengan keputusanku kemarin?”
“ Jika dia memang benar-benar menyukaimu dia pasti akn memaafkanmu. Mungkin untuk saat ini dia sedang berusaha untuk meneeima segala keputusan yang telah kau ucapkan. Karena pada hakikatnya cinta itu bukanlah nafsu belaka dan mereka yang mencintai cinta akan berusaha berjuang untuk memperjuangkan cintanya bukan untuk dirinya tapi untuk orang yang dicintainya walaupun pada akhirnya dia harus rela sakit untuk kebahagiaan orang yang dicintainya tersebut.”
“ Mungkinkah Reza mempunyai sifat seperti itu?”
“ Kenapa kamu masih bertanya padaku? Bukankah selama ini sudah jelas terlihat bahwa dia rela melakukan berbagai hal demi kebahagiaanmu.”
“ Kamu benar selama ini dia selau membuatku bahagia dan hari-hariku menjadi lebih berwarna karena kehadirannya.”
“ Tunggu apa lagi, sekarang temui Reza dan meminta maaf padanya.”
“ Baiklah aku akan menemui Reza. Makasih Keysa kamu telah membantuku.”
“ Itulah gunanya kawan. Perbaikilah hubungan kalian sebelum terlambat.”
“ Okay.”
Setelah aku menceritakan semua yang aku rasakan pada Keysa diapun memberi solusi padaku yaitu aku harus meminta maaf pada Reza. Jika aku fikir-fikir lagi aku memang harus mengalah dengan Reza dengan aku meminta maaf lebih dulu dengan Reza. Aku hanya tak ingin semuanya berakhir sampai disini saja, aku harus cepat-cepat memperbaiki hubungan ini sebelum terlambat. Akhirnya akupun pergi kerumah Reza untuk meminta maaf kepadanya dan meninggalkan Keysa ditaman tersebut. Disepanjang perjalanan menuju rumah Reza fikiran ini melayang dan membayangkan jika hubungan ini akan terhenti. Tapi aku tak boleh berfikiran yang aneh-aneh sebelum semuanya benar-benar terjadi. Aku hanya berusaha berfikir positif akan segala kemungkinan yang akan terjadi. Dan akhirnya aku telah sampai dirumah Reza. Dengan keraguan hati yang masih saja ada dalam diri ini tapi ku berusaha untuk kuat dan melawan semuanya. Pintu rumahnya telah berada didepanku namun aku masih ragu-ragu untuk mengetuknya dan akhirnya kuberanikan tangan ini untuk mengetuk pintu rumahnya. Dan Rezapun membukakan pintu rumahnya untukku.
“ Sore Rez.”
“ Ada apa?”
“ Tolong jangan dingin sama aku Rez, aku kesini cuma mau minta maaf.”
“ Maaf untuk apa?”
“ Maaf untuk kejadian kemarin. Bukan maksudku untuk melukai perasaanmu tapi aku hanya ingin jujur dengan apa yang aku rasakan sekarang yaitu aku tak ingin persahabatan kita hancur hanya karena perasaan itu karena aku hanya ingin focus untuk menghadapi Ujian Nasional.”
“ Aku nggak marah sama kamu Ren. Seharusnya aku yang meminta maaf karena aku terlalu mementingkan egoku.”
“ Tapi kenapa tadi disekolah kamu menghindar dari aku dan nggak biasanya kamu langsung pulang gitu aja?”
“ Aku hanya butuh waktu untuk menerima semua keputusanmu. Sudahlah lupakan saja kejadian kemarin dan kamu jangan mikirin itu lagi. Aku baik-baik aja dan kamu nggak perlu minta maaf padaku. Lebih baik sekarang kamu belajar untuk menghadapi Ujian Nasional minggu depan.”
“ Kurasa kamu tak baik-baik aja Rez, apa kamu lupa kita udah bersahabat cukup lama dan aku tau persis gimana sikap kamu. Jika memang kamu sayang padaku, tolong maafkan aku.”
“ Aku sudah memaafkanmu Ren. Sudah sore nih, aku anterin kamu pulang ya?”
“ Mkasih kamu udah mau maafin aku tapi aku bisa pulang sendiri kok.”
“ Bener nggak mau aku anterin?”
“ Iya.”
“ Okay, hati-hati.”
“ Okay.”
            Setelah aku meminta maaf pada Reza hati ini terasa lebih tenang walaupun aku tau Reza telah berbohong padaku. Dibalik senyumnya padaku dia menyimpan sakit dalam hatinya karena keputusanku. Dia hanya berusaha tegar dan tak terlihat lemah didepanku. Aku sadar aku salah, aku telah membuat seseorang yang berarti dalam hidupku sakit karena keputusan yang aku berikan padanya. Maafkan aku sahabat, bukan maksudku untuk melukaimu. Aku yakin jika Tuhan memang menghendaki kita bersatu dihari esok maka jangan khawatir jika hari ini aku tak ingin menjalin hubungan yang lebih sebagai seorang sahaabat.
            Keesokan harinya kurasa Reza telah benar-benar memaafkanku tapi ternyata aku salah, diapun tidak menyapaku dipagi ini. Mengapa seperti ini, apakah kemarin dia hanya berbohong padaku? Padahal hari ini merupakan hari-hari dimana kita harus mempersiapkan untuk menghadapi Ujian Nasional tapi mengapa penyemangat dalam hidupku tiba-tiba hilang. Reza yang selalu member penyemangat saat aku belajar kini tak lagi adaa saat aku belajar, aku sendiri dan sepi. Masa-masa akhir SMAku berakhir dengan gelap. Dia menjauh dariku dan saat-saat seperti ini aku melai membutuhkannya. Sekolah tak seperti dulu lagi, sinar cahaya yang selalu bersinar bagai matahari yang menyinari dikala siang dan rembulan yang selalu bersinar sepanjang malam kini seakan-akan redup sejak canda dan tawanya tak lagi untukku. Taman sekolah yang biasa kita kunjungi berdua juga sepi karena kau tak lagi pergi kesana lagi. Semua ini karena perasaan itu persaan cinta yang membuatnya berubah terhadapku. Andai rasa itu tak pernah menghampiri hatinya mungkin dia juga takkan jauh dariku.
            Satu minggu sudah dia menjauh dariku dan tepat dihari adalah hari Ujian Nasiaonal dimana aku harus focus untuk mengerjakan soal-soal Ujian Nasional. Sempat aku tak focus ketika mengerjakannya karena aku selalu saja teringat pada Reza. Tapi akhirnya aku dapat melewati Ujian Nasional selam 4 hari walaupun seorang penyemangat itu menjauh dariku. Setelah Ujian aku hanya berusaha untuk memperbaiki hubungan ini tapi apa boleh buat aku hanya berusaha dan hasilnya aku serahkan kembali kepada sang pencipta alam dan segala isinya. Manusia hanya bisa berusaha tapi hasinya hanya Tuhanlah yang dapat menentukan.
            Beberapa minggu setelah Ujian Nasional hari yang telah aku tunggu-tunggu telah tiba, hari dimana aku akan mengetahui hasil Ujian yaitu lulus atau tidak. Dipapan pengumuman berderet-deret angka dan nama telah tercantum disana. Aku mulai membacanya dari atas hingga kutemukan namaku yang tertulis bahwa aku telah lulus. Senang pasti kurasakan tapi kurasa ada yang kurang tanpa Reza disampingku. Kemana dia? Kurasa sekarang sulit sekali untuk aku bertemu dengannya. Lalu akupun pergi dari tempat itu dengan perasaan sedih dan bahagia menyatu dalam hati ini. Menyatu hingga terasa sebuah kegelisahan yang begitu aneh. Langkahku tiba-tiba saja terhenti saat kulihat Reza tepat berada didepanku.
“ Selamat Rena.”
“ Reza?” Aku terkejut saat Reza menyapaku.
“ Selamat atas kelulusanmu yah.”
“ Makasih Rez, selamat juga buat kamu. Ada apa denganmu, kenapa akhir-akhir ini kamu menjauh dari aku?”
“ Nggak ada apa-apa kok.”
“ Rez, tolong jangan menjauh dari aku”
“ Besok aku akan pergi.”
“ Pergi?” terkejut kumrndengarnya.
“ Iya, orangtuaku akan pindah ke Australia dan aku juga akan kuliyah disana.”
“ Apa kamu sangat marah padaku, hingga kamu harus pergi.”
“ Aku tak marah padamu.”
“ Lantas mengapa kamu tak disini saja, kita ukir lagi kenangan-kenangan dikota ini.”
“ Aku tak bisa Ren, besok aku akan tetap pergi.”
“ Baiklah jika itu keputusanmu.”
“ Sukses buat kamu yah.”
“ Iya.”
            Tuhan ada apa ini, mengapa aku semakin jauh dari Reza. Sedih memang tapi aku tak dapat berbuat apa-apa, esok sahabatku Reza akan pergi meninggalkanku disini. Malamnya aku tak dapat tidur aku masih memikirkan perkataan Reza. Sejenak semua begitu berbeda sangat jauh berbeda. Malam ini seluruh jiwa, hati, dan fikiran terasa tak tenang lagi. Kemana aku yang dulu dan kemana Reza yang dulu. Walau sulit kupaksakan diri untuk tidur dengan membawa kepedihan yang membuatku rapuh akan perasaan yang membingungkan ini. Aku memang tak mencintainya, tapi semenjak dia menjauh dariku kumerasa kehilangannya. Esoknya akupun terbangun dan bergegas untuk menemui Reza dan berharap agar dia tak jadi pergi. Segera kubersiap-siap kerumah Reza dan setibanya aku disana kulihat Reza dan kedua orangtuanya bersiap-siap untuk pergi ke Australia.
“ Reza.”
“ Ada apa Ren, kenapa kamu kesini.”
“ Jangan pergi!”
“ Percuma aku disini terus, hatiku akan semakin terluka jika aku selalu melihatmu dengan ikatan sahabat.”
“ Maksud kamu?”
“ Bukankah kamu yang bilang bila kamu tak mencintaiku.”
“ Aku memang tak mencintaimu tapi aku menyayangimu sebagai sahabat terbaikku.”
“ Sudahlah, aku memang harus pergi untuk saat ini tapi suatu saat aku akan kembali lagi. Jangan bersedih wahai sahabatku, aku tak ingin melihatmu bersedih seperti ini.”
“ Maafkan aku jika aku tak dapat menahan kesedihan ini.”
“ Aku tau kamu adalah wanita yang tegar, jadi senyumlah untukku.”
“ Emm…(tersenyum).”
“ Nah gitu dong, jangan sedih lagi ya. Aku yakin kita pasti akan bertemu lagi. Selama aku pergi kamu harus selalu tersenyum, kamu harus bisa membuat hari-harimu selalu bahagia walau aku tak ada disismu lagi.”
“ Aku akan berusaha.”
“ Kamu harus bisa. Satu pesan dariku, perjuangkanlah segala angan dan impianmu, carilah jalan terang yang akan kau tempuh, dan berpeganglah teguh pada prinsip hidupmu.”
“ Aku pasti akan selalu mengingatnya.”
“ Oh iya, jika aku pergi jangan lupakan aku ya, karena aku juga akan selalu mengingatmu.”
“ Aku tak akan pernah melupakanmu.”
“ Yasudah, jangan sedih lagi. Aku harus pergi sekarang, selamat tinggal sahabatku”
“ Hati-hati Rez.”
“ Iya. Kamu hati-hati juga disini. Jika Tuhan mengizinkan kita untuk bertemu dikemudian hari, maka kita akan bertemu karena kehendaknya. Yakinlah sahabatku, jika takdir akan mempertemukan kita kembali.”
“ Aku yakin.” Sambil kutersenyum menatapnya
“ Terimakasih atas senyummu, itu akan menjadi bekal perjalananku.”
Aku tak dapat berkata apa-apa lagi, bibirku terbungkam karena tak kuasa kutahan kepergianannya. Bersama dengan senyuman ini akau melihatnya melangkah menuju mobil bersama dengan keluarganya untuk segera pergi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan, kuharus relakannya pergi untuk saat ini dan mengharapkan hadirnya dikemudian hari.
            Akhir masa SMA yang suram, mungkin kata itu sangatlah tepat untuk saat ini. Setelah itu aku tak ingin larut dalam kesedihan ini dan kuputuskan untuk mendaftar kuliyah di jurusan seni.        Iya jurusan seni. Aku sangat mencintai seni karena kita dapat berekspresi dengan menggunakan karya-karya kita dalam lukisan ataupun media lain. Semoga saja aku dapat diterima dikuliyah tersebut dan aku juga ingin mencari kesibukan disana untuk mengisi hari-hariku tanpa Reza lagi dengan berbagai kegiatan yang kebih bermanfaat.
                ***

Wahh ternyata Reza pergi meninggalkan Rena. Apakah Reza segitu marahnya dengan Rena hingga dia pergi ke Australia. Dan gimana dengan kuliyah Rena di fakultas Seni, apakah dia dapat melewati hari-harinya tanpa Reza lagi? Tunggu kelanjutannya di bagian 4.

No comments: