Wednesday, 7 September 2016

Sindrom Kopi ( Cerpen )

Sindrom Kopi
Karya : Nanditiya Widyawati
Secangkir kopi dan sepotong roti telah menjadi peneman diriku saat mendengarkan alunan-alunan musik di balkon rumah ini. Yahh malam ini begitu banyak tugas-tugas yang harus kukerjakan, kurelakan mata ini terus terbuka sampai larut malam demi menyelesaikan semuanya. Deret-deret aksara senantiasa menemani malam-malamku yang sepi tapi aku tak ingin sepi.
Tak ingin kuterfokus pada aksara-aksara ini, mungkin mendengarkan musik dan mencari angin malam di balkon rumah membuatku sedikit lebih nyaman. Jam menunjukkan pukul 01:00 WIB, ini saatnya diriku istirahat walau semuanya belum selesai. Mungkin 2,5 jam sudah cukup membuat energiku terkumpul lagi dari kelelahan semalam.
Saat sinar mentari masih bersembunyi di ufuk timur dan ia masih tertidur diperaduannya, aku telah bangun dari tidurku, telah pergi dari tempat peristirahatanku semalam. Ini adalah hariku, ini adalah waktuku, dan ini adalah hidupku, aku harus bangkit dari kelelapan karena ini adalah jalanku menuju masa depan. Tak ingin diriku diperbudak oleh rasa kantuk yang membuatku malas, kuputuskan untuk membuat secangkir kopi agar mataku lebih segar saat mengerjakan tugas sekolah.
Jujur aku lelah, aku ingin istirahat, tapi fikiran ini selalu saja menuntunku untuk berjalan menyusuri aksara yang belum kulalui. Maafkan aku tubuhku, aku membuatmu lelah tapi hanya ini yang dapat kulakukan, dengan kopi yang membuatku lebih bersemangat.
Pagi telah tiba, saatnya berangkat sekolah. Aku membuat secangkir kopi lagi di pagi ini dengan menambahkan sedikit gula didalamnya, hanya kopi ini yang dapat mengganjal perutku. Tak sempat diriku untuk sejenak menyantap sarapan karena waktu membuatku terburu-buru. Inilah yang kulakukan setiap harinya demi mengejar waktuku yang tertinggal.
Saat pelajaran dimulai, entah kenapa ini? Semuanya samar, tubuhku tiba-tiba lemas, kepalaku pusing. Aku benar-benar tak tau pasti apa yang terjadi tapi yang pasti saat aku mulai sadar, tubuhku terbujur lemas dalam suatu ruangan. Apa ini? Jarum tajam berkilau mulai menembus kulitku, perlahan tapi pasti sebuah cairan putih memasuki tubuhku.
Sekarang, tiba saatnya ia datang menghianatiku, ia mungkin marah padaku, atau ia dendam padaku. Telah kuakui, ini kesalahanku karena aku telah lalai menjaganya. Kini, tiba fase dimana perubahan itu terjadi karena keegoisan diriku yang tak pernah memperdulikannya. Sakit…perih…mungkin itu yang selama ini ia rasakan dan kini akupun merasakan hal yang serupa.
Mungkin tubuh ini telah menghianatiku karena aku telah menghianati tubuhku, aku memakan dan meminum sesuatu sesuka hatiku tanpa memperdulikan tubuhku. Hingga ia mengundang suatu penyakit untuk menggerogotiku. Andai saja aku tau ia marah, mungkin aku akan lebih menjaganya. Tolong maafkan aku!! Tolong jangan berhianat padaku!!

No comments: